Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany meminta Satpol PP menindak tegas
praktik prostitusi terselubung di panti pijat kawasan Ruko Golden
Boulevard, Kelurahan Lengkong Karya, Kecamatan Serpong Utara. Petugas
penegak Perda, lanjutnya, itu tak perlu menunggu bukti dari masyarakat
tapi, langsung terjun ke lokasi.
“Sudah jelas saya bilang, tindak tegas. Misalnya, kemarin Satpol PP
mengaku tidak dapat bukti, tapi kok masyarakat bisa dapat buktinya. Mau
apa? Apa perlu langsung saya yang menyamar. Dari dulu saya sudah bilang,
informasi ini ramai,” tegasnya saat menghadiri pawai taaruf Musabaqah
Tilawatil Quran (MTQ) ke VII Kota Tangsel di Kecamatan Pondok Aren,
kemarin,
Airin pun tidak ingin berprasangka buruk terhadap pelaku usaha panti
pijat dan spa. Sebab menurutnya, hingga saat ini ia belum mengantongi
barang bukti yang valid untuk dijadikan landasan dalam memberikan
sanksi.
“Sejauh ini laporan masyarakat ada, jelas mereka melihat, tetapi pada
saat Satpol PP turun tidak terbukti. Sekarang bagaimana caranya kita
bisa mendapatkan alat bukti tersebut, jadi kita bisa melakukan tindakan
tegas. Hukuman dan sanksi nanti jelas ada,” tandasnya.
Satpol PP Kota Tangsel hingga kini memang belum berani bertindak
menutup bisnis esek-esek berkedok panti pijat dan spa. Alasannya belum
menemukan cukup bukti adanya praktik prostitusi sehingga khawatir
digugat.
Menyikapi desakan masyarakat Villa Serpong dan Villa Melati Mas untuk
menutup panti pijat di Ruko Golden Boulevard itu, Satpol PP bersama
Kantor Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar), dan Badan Pelayanan Perijinan
Terpadu (BP2T) menggelar rapat bersama di Balaikota, Ciputat, kemarin.
Kepala Satpol PP Kota Tangsel Azhar Sam’un menegaskan, untuk menutup
panti pijat harus ada bukti kuat. Tanpa bukti tidak ada dasarnya
sehingga rentan gugatan oleh pemilik panti pijat. Hal itu yang ia
hindari meski dirinya mengatahui perlu ada penyidikan ke bawah, namun
hal itu dinilai kurang maksimal.
“Kami belum bisa menutup tempat pijat yang diindikasikan lakukan
prostitusi. Kami butuh bukti konkret tapi itu belum kami dapatkan.
Memang ada metode untuk mengumpulkan alat bukti, tapi itupun kami nilai
tidak akan maksimal,” katanya.
Menurut Azhar, ada tiga klasifikasi untuk menutup panti pijat dan
spa. Di antaranya, memiliki izin namun melanggar Perda No 5 tentang
Perizinan Pariwisata. Kedua mereka tidak mempunyai izin, namun memiliki
rekomendasi dari Budpar Tangsel yakni Tanda Daftar Usaha Pariwisata
(TDUP). Ketiga, para pengelola tidak mengantongi rekomendasi dan juga
izin.
“Kelompok yang ketiga ini adalah ilegal, secara otomatis kami akan
tutup. Sedangkan untuk yang hanya memiliki rekomendasi akan kami dalami
sejauh mana rekomendasi itu mengapa tidak diurus ke BP2T untuk
mendapatkan izin. Dan terakhir yang memiliki izin juga akan diperhatikan
apakah ada dugaan-dugaan kuat melakukan pelanggaran tidak,” tambah
Azhar.
Lanjut pria kelahiran Yogyakarta ini, usaha spa atau panti pijat
dibolehkan selagi ada aturan dalam Perda. Namun harus mematuhi hukum
yang diberlakukan tidak boleh melanggar misalnya, melakukan prostitusi.
“Usaha pijat dan spa ini sama halnya dengan usaha perhotelan karena
berizin mereka diperbolehkan. Persoalan di dalamnya dijadikan tempat
asusila itu persoalan lain. Kecuali ada laporan dari masyarakat dengan
alat bukti cukup bisa diproses,” tuturnya.
Azhar mengaku dalam waktu dekat ini akan terjun ke Ruko Golden
Boulevard mengecek kebenaran keluhan warga sekitar itu. “Itu yang akan
kami lakukan sebagai landasan dalam bertindak,” paparnya.
Sedangkan Kepala Kantor Budpar Kota Tangsel Yanuar menerangkan,
pihaknya sepakat untuk menutup panti pijat dan spa yang tidak berizin
atau melakukan praktik prostitusi. Namun pada sisi lain pihaknya
memberikan ruang bagi pengusaha bidang pariwisata di Tangsel untuk
mengembangkan bisnisnya.
Dari data Budpar, pada 2014 mengeluarkan rekomendai 58 usaha panti
pijat, sedangkan yang mengurus izin sebanyak 12. Di 2015, 59 rekomendasi
dikeluarkan dan yang mengurus izin hanya 7 panti pijat. Pada 2016, dari
21 rekomendasi yang diterbitkan hanya 6 yang mengurus izin.
“Perpanjangan rekomendasi dilakukan setiap dua tahun,” tambah Yanuar.
Kordinator pengawas (Korwas) Budpar Kota Tangsel Suherman
menambahkan, total secara keseluruhan panti pijat dan spa di Tangsel ada
302 titik. Namun yang mengurus rekomendasi hanya sekitar 150, sementara
dari 150 itu yang melanjutkan kepada BP2T untuk mengurus izin hanya 52
panti pijat. Sisanya tidak mengurus rekom alias ilegal.
“Banyak yang tidak mengurus ijin, biasanya mereka yang di tempat
terpencil seperti di perumahan atau jalanan lingkungan. Kalau di
ruko-ruko secara terbuka pasti mereka ada rekomendasi dan izinnya,”
tukasnya.
Sementara Kabid Kesra BP2T Kota Tangsel Haris J Prawira menambahkan,
pihaknya bersifat hanya menerima pengurusan izin. Jika tidak ada pemohon
pasti tidak melayani dan mengeluarkan. “Dari tahun 2010 hingga 2016
berdasarkan catatan BP2T hanya ada 52 panti pijat yang ngurus izin,”
tegas Haris.
http://tangselpos.co.id/2016/10/28/airin-minta-tindak-tegas-panti-pijat-dekat-masjid/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar